Thursday, November 6, 2014

Soal Nikah Beda Agama, Perwakilan Buddha Tak Ambil Pusing





Ilustrasi pernikahan.


Jakarta (News Today) - Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) menjadi pihak terkait dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam pandangannya, Walubi tidak mempersoalkan permohonan uji materi yang diajukan, terkait pernikahan pasangan beda agama.
"Kami tidak bicara secara eksplisit. Tapi kami usahakan tetap mengacu pada undang-undang," ujar Ketua Bidang Ajaran Walubi Suhadi Sendjaja, saat ditemui seusai mengikuti persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2014).

Menurut Suhadi, Walubi tetap mengajak umat Buddha untuk mengupayakan pernikahan dengan pasangan yang seiman. Namun, jika pada kenyataannya terdapat pasangan calon suami istri yang salah satunya bukan beragama Buddha, Suhadi mengatakan, pihaknya akan tetap mengupayakan hingga perkawinan dapat tetap berlangsung.

Suhadi mengatakan, ajaran Buddha telah menjelaskan bahwa jodoh yang terkait dengan perkawinan telah ditentukan oleh Tuhan. Sedangkan dalam aspek hukum, sebut Suhadi, ajaran Buddha berpedoman pada karma, atau hubungan sebab-akibat.

"Jodoh itu sudah ditentukan, tergantung dharma dan karma. Yang nikah kan orangnya, bukan agamanya," kata Suhadi.

Hari ini, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang kelima perkara pengujian konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan agenda mendengarkan keterangan pihak terkait, yaitu MUI, PBNU, PGI, dan Walubi. Perkara ini teregistrasi dengan nomor 68/PUU-XII/2014.

Pemohon perkara ini adalah empat orang warga negara Indonesia atas nama Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Anbar Jayadi. Mereka menguji Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974, yang berbunyi, "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".

Pasal tersebut dinilai mengurangi hak konstitusional dan memaksa setiap warga untuk mematuhi hukum agama dalam perkawinan. Menurut pemohon, pasal tersebut mempersulit pasangan berbeda agama, untuk dapat melaksanakan perkawinan yang sah secara hukum.

Source : kompas

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Facebook