Friday, April 29, 2011

Selidiki Pelepasan Saham West Madura




Jakarta, Indonesia (News Today) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI didesak agar menyelidiki pelepasan saham Kodeco dan CN OOC, pengelola blok West Madura yang dilaksanakan menjelang masa berakhirnya kontrak pengelolaan lapangan migas itu pada 7 Mei nanti. Oleh karena, pelepasan saham itu diduga sarat kolusi yang bisa merugikan kepentingan nasional.

Demikian disampaikan koordinator nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Ridaya Laodengkowe, dalam siaran pers, Selasa (26/4/2011), di Jakarta.

Menurut Ridaya, pemerintah mencoreng kebijakan minyak nasional. Kali ini dalam pengelolaan Blok West Madura yang akan berakhir pada 6 Mei 2011 ini. Alih-alih mempertegas garis kebijakan minyak nasional, perintah kepada Pertamina untuk menyetujui pelepasan saham Kodeco dan CNOOC.

"Hal ini merupakan tamparan serius dalam upaya membangun garis kebijakan dan tatakelola sektor migas nasional yang kredibel," kata dia.

Sebagaimana diketahui Blok West Madura pengelolaannya diatur dalam Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract/PSC) dengan komposisi saham terdiri dari Pertamina yang menguasai 50 persen, CNOOC ( 25 persen), Kodeco (25 persen) dengan hak operatorship.

Menjelang beberapa hari dari masa 30 tahun masa kontrak lapangan itu, KODECO dan CNOOC melepaskan separoh sahamnya (12,5 persen), masi ng-masing kepada PT Sinergindo Citra Harapan dan Pure Link Investment Ltd.

Pelepasan 12,5 persen saham Kodeco dan CNOOC jelang masa berakhirnya kontrak adalah langkah korporasi, yang patut dicurigai. Apalagi menurut kami PT Sinergindo Citra Harapan dan Pure Link Investment Ltd bukan perusahaan minyak yang memiliki rekam jejak dalam jagat minyak di Indonesia. "Setidaknya tidak dikenal oleh pelaku usaha hulu minyak nasional," kata dia.

Kami mengecam langkah pelepasan saham itu. Kami memandang pelepasan merupakan s iasat kedua perusahaan mem-fait-accomply.

Pemerintah dalam memutuskan siapa pengelola lapangan tersebut setelah kontrak berakhir. "Kami memandang langkah kedua korporasi itu melepas saham sebagai upaya menghalangi perusahaan minyak milik negara (Pertamina) mengambil alih 100 saham pengembangan lapangan tersebut," ujarnya.

Padahal, Pertamina telah mengajukan rencana bisnis yang cukup menjanjikan pengembangan lapangan tersebut. "Kami menyayangkan tindakan BP-Migas dan Kementrian ESDM yang tidak saja meremehkan proposal perusahaan minyak milik negara, tetapi juga telah dengan sengaja membiarkan dan bahkan memfasilitasi langkah korporasi yang jelas tidak sportif tersebut," kata dia.

Mestinya, bila ingin menyertakan perusahaan lain bagi peng embangan lebih lanjut lapangan West Madura, pemerintah harus menunggu hingga masa kontrak berakhir.

Atau, pemerintah bisa memutuskan sekarang tentang pihak mana yang dipercaya mengembangkan lebih lanjut lapangan itu, berikut kompoisisi pemegang sahamnya, serta justifikasi mengapa perusahaan baru diajak, dan mengapa bukan Pertamina yang diberi hak operatorship.

"Itu pun sebenarnya Pemerintah telah mengabaikan fakta bahwa Pertamina sebagai perusahaan minyak nasional memiliki kemampuan dan rekam jejak yang baik untuk peningkatan produksi lapangan tua," ujarnya.

Namun opsi ini dinilai lebih baik, lebih elegan dan di atas segalanya lebih kredibel ketimbang menyetujui siasat licik kedua korporasi yang melepas pemilikan saham di saat-saat akhir masa kontrak.

Terhadap langkah korporasi itu, dan terhadap langkah pemerintah yang memerintahkan kepada Pertamina untuk menyetujui hal itu, pihaknya menilai hal itu merupakan pelanggaran yang serius kepada kredibilitas dan garis kebijakan minyak nasional yang selama ini dibangun. "Karena itu, DPR harus segera menyelidiki kasus ini," ujarnya.

Source : kompas

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Facebook