(News Today) - Menjelang akhir jabatan, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi jilid II memberi kejutan dengan menangkap Nunun Nurbaeti di tempat persembunyiannya di Bangkok, Thailand. Penangkapan Nunun disusul penetapan Miranda Swaray Goeltom sebagai tersangka oleh pimpinan KPK berikutnya.
Dua hal itu menjadi terobosan terbesar KPK dalam menangani kasus dugaan suap cek perjalanan terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Meskipun demikian, penangkapan Nunun dan penetapan Miranda sebagai tersangka tetap menyisakan pertanyaan besar. Siapa cukong cek perjalanan itu? Duit siapa yang dipakai untuk membeli 480 lembar cek perjalanan senilai Rp 24 miliar yang mengalir ke anggota DPR 1999-2004?
Ahmad Hakim Safari MJ alias Arie Malangjudo, mantan anak buah Nunun, seusai diperiksa penyidik KPK pada 9 Januari mengatakan, tidak percaya bahwa uang untuk membeli cek itu milik Nunun.
Sementara Agus Condro, salah satu terpidana kasus ini yang sudah bebas, mengatakan, tidak masuk akal jika uang itu milik Miranda. Gaji Miranda sebagai Deputi Gubernur BI selama lima tahun tak cukup untuk membeli cek-cek itu. ”Kalau dari penghasilan, tak mungkin, pasti nombok,” ujarnya.
Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation and Industry Budi Santoso dalam sidang 5 Mei 2011 mengatakan, pada 2004, Direktur Utama PT First Mujur Plantation and Industry Hidayat Lukman bekerja sama dengan Ferry Yen untuk membeli lahan sawit. Namun, karena tidak memiliki dana tunai, PT First Mujur Plantation and Industry mengajukan kredit ke Bank Artha Graha.
Saat dana cair, Ferry minta dana Rp 24 miliar diubah dalam bentuk cek perjalanan pecahan Rp 50 juta. Karena tak menerbitkan cek perjalanan, Bank Artha Graha memesan ke Bank BII. Cek itu lantas diserahkan kepada Ferry. Namun, riwayat cek perjalanan seolah berhenti di sini karena Ferry meninggal pada 2007, sebagaimana disebutkan Budi ketika bersaksi untuk terdakwa Dudhie Makmun Murod pada 12 April 2010.
”Saya baru tahu cek itu sampai ke anggota DPR saat kasus ini ramai di media,” kata Budi waktu itu. Ferry sempat mencicilnya ke PT First Mujur Plantation and Industry. ”Tetapi, baru Rp 13 miliar, dia meninggal,” ujarnya. (Kompas, 13/4/2010)
Bagaimana cek itu sampai ke tangan Nunun untuk diserahkan ke anggota DPR, hal itu juga masih misteri. Ketika bersaksi di persidangan, Arie Malangjudo mengaku memberikan cek perjalanan ke anggota DPR atas perintah Nunun. Arie adalah mantan Direktur PT Wahana Esa Sejati yang dimiliki Nunun.
Namun, baik Nunun maupun Miranda mengaku tak tahu asal dana untuk membeli cek perjalanan itu. Ketua KPK sebelum Nunun tertangkap, Busyro Muqoddas, secara tidak langsung pernah mengungkapkan keterlibatan pengusaha besar dalam kasus ini. Busyro menyebut, selama di luar negeri, Nunun dilindungi oleh kekuatan besar.
Menurut mantan Ketua PPATK Yunus Husein, KPK harus mencari kemungkinan pihak-pihak yang diuntungkan dengan kebijakan Miranda saat menjabat, termasuk bank-bank bermasalah. KPK juga harus mendalami sejumlah kejanggalan dari keterangan Budi Santoso yang kurang didalami penyidik.
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, KPK masih mengembangkan kasus ini. Untuk menelusuri asal cek perjalanan itu, KPK memeriksa pihak Artha Graha dan juga sejumah bos PT First Mujur Plantation and Industry.
Source : kompas
0 komentar:
Post a Comment