Wednesday, February 15, 2012

KY Soroti Keputusan MA Menolak PK Antasari




Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, lebih baik masuk di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang.

Jakarta, Indonesia (News Today) - Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh mengatakan, keputusan Mahkamah Agung yang menolak peninjauan kembali (PK) perkara Antasari Azhar sudah diduga sebelumnya. Apalagi setelah MA menghapus delapan poin kode etik hakim dan menilai tidak ada masalah dengan hakim yang menangani kasus tersebut.

"Sudah diduga. Ini terkait ditolaknya rekomendasi KY," kata Imam kepada wartawan ketika dihubungi melalui telepon seluler, Senin (13/2/2012). Sebelumnya, KY mengeluarkan rekomendasi agar MA memeriksa tiga hakim yang menangani kasus Antasari karena ditengarai melakukan pelanggaran kode etik, tetapi hal tersebut ditolak MA.

Meskipun demikian, Anshori mengatakan, pihaknya tetap menghormati keputusan MA. Pihaknya akan mempelajari pertimbangan MA menolak PK tersebut. Ia tetap berharap keputusan MA tersebut benar-benar dilandasi alasan hukum yang dapat diterima. "Saya berharap putusan MA tersebut murni karena hukum yang ada," ucapnya.

Seperti diketahui, MA menolak permohonan PK Antasari. Putusan itu dijatuhkan oleh majelis yang terdiri dari Harifin A Tumpa, Komariah E Sapardjaja, Djoko Sarwoko, Hatta Ali, dan Imron Anwari. Dengan penolakan PK ini, Antasari Azhar tetap divonis 18 tahun. Hak ini sesuai putusan pengadilan tingkat pertama, yakni PN Jakarta Selatan, dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, serta diperkuat kasasi MA. Antasari divonis terbukti merencanakan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

Rekomendasi KY

Diberitakan sebelumnya, dalam rapat pleno pada Selasa (9/8/2011), KY memutuskan tiga hakim yang memimpin sidang Antasari telah melanggar kode etik hakim. Ketiga hakim itu adalah Ketua Majelis Herry Swantoro, Ibnu Prasetyo, dan Nugroho Setiadji. KY mengeluarkan rekomendasi untuk ditindaklanjuti di Majelis Kehormatan Hakim oleh Mahkamah Agung.

KY menengarai adanya indikasi pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutus perkara pembunuhan terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen hingga kasasi di MA terkait dengan pengabaian bukti-bukti penting. Bukti tersebut, antara lain, keterangan ahli balistik dan forensik Abdul Mun’in Idris dan baju milik korban yang tidak dihadirkan dalam persidangan.

Untuk mengambil keputusan itu, KY telah meminta keterangan dari beberapa saksi terkait kasus ini, di antaranya ahli forensik Abdul Mun’in Idris; ahli balistik Maruli Simanjuntak; ahli TI (teknologi informasi) dari Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung, Agung Haryoso; dan juga kuasa hukum Antasari, Maqdir Ismail, termasuk tiga hakim yang memimpin sidang.

Namun, MA menolak menjalankan rekomendasi KY karena menggangap keputusan KY itu masuk ranah teknis yudisial dan mengintervensi kebebasan hakim dalam menjatuhkan putusan.

Source : kompas

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Facebook