Para perempuan yang sedang mengantri untuk masuk ke dalam kampus Universitas Tehran, dengan pengamanan ketat juga tentunya, dua jam sebelum Khotbah Jumat dimulai
Teheran (News Today) - Mungkin dalam bayangan Anda, situasi Iran saat ini berbahaya, mencekam, menakutkan, mengkhawatirkan, karena perang ‘diramalkan’ sudah semakin dekat, juga embargo yang sudah kesekian kalinya dijatuhkan, pasti membuat negeri yang mayoritas Islam Syiah ini porak-poranda tak menentu. Tetapi Kenyataannya seperti apakah?
"Ternyata jauh dari bayangan Anda. Semakin ramai berita tentang negara ini, baik itu tentang nuklirnya, pembunuhan ahli nuklirnya, embargo yang semakin menjadi jadi, juga persiapan perang yang telah dipersiapkan oleh kedua belah pihak yang berseteru, tidak membuat masyarakat dunia termasuk masyarakat Indonesia takut untuk pergi ke Iran," demikian laporan Sifa Sanjurio, mahasiswi Indonesia yang sedang kuliah di University of Tehran, Iran, Jurusan Politik Iran. Perempuan asal Cianjur, Jawa Barat, ini melaporkan pandangan matanya langsung dari Teheran, Iran.
Sifa mengaku dalam dua bulan terakhir ini dirinya kedatangan banyak tamu dari Indonesia, antara lain dosen dan teman-temannya, termasuk teman yang baru dikenalnya karena membaca tulisannya di Kompasiana. Semua datang ke Teeran dengan bermacam tujuan, misalnya menghadiri seminar internasional, short course, bisnis, dan satu lagi karena ingin menjadi “hero” dengan mengunjungi negara negara “berbahaya atau rawan konflik” seperti Iran dan Afghanistan.
"Tahukah Anda, teman saya yang datang dengan tujuan terakhir ini, merasa gagal menjadi 'hero', karena ternyata negara yang dalam benaknya berbahaya dan rawan konflik itu bohong belaka. Dia sudah termakan berita-berita yang tidak benar, yang sengaja terus digencarkan oleh sang penguasa jagad ini (Anda tahu 'kan siapa?). Dalam testimoninya tentang Iran dia menulis: 'sungguh Iran negara yang cantik, negara maju, punya Metro (Kereta bawah tanah), Indonesia kapan ya punya Metro? Jalanannya bersih, kok mirip Eropa ya? Negara empat musim, bersalju pula… so nice country. Lanjutnya, pantesan saja negara adi kuasa dan konconya itu tidak terima Iran menjadi negara maju, sampai diembargo berapa kali, tetap saja masih bisa hidup. Terakhir opsi perang itu sudah keberapa kalinya diperingatkan, tetapi sampai sekarang mereka tidak berani tuh', selorohnya," tutur Sifa.
Benarkah Iran hanya korban pencitraan dunia Barat yang dipelopori Amerika Serikat bahwa pemimpin negara itu adalah teroris yang layak dilenyapkan dari muka bumi ini sebagaimana Barat melenyapkan para pemimpin dunia Islam? Bagaimana keadaan warga Iran sendiri menghadapi tekanan Barat dengan berbagai embargonya itu? Bagaimana warga negara Indonesia di Iran melihat dan merasakan dari denyat "denyut jantung" Iran sendiri sebagai negara mandiri yang tengah mendapat tekanan hebat.
Teheran (News Today) - Mungkin dalam bayangan Anda, situasi Iran saat ini berbahaya, mencekam, menakutkan, mengkhawatirkan, karena perang ‘diramalkan’ sudah semakin dekat, juga embargo yang sudah kesekian kalinya dijatuhkan, pasti membuat negeri yang mayoritas Islam Syiah ini porak-poranda tak menentu. Tetapi Kenyataannya seperti apakah?
"Ternyata jauh dari bayangan Anda. Semakin ramai berita tentang negara ini, baik itu tentang nuklirnya, pembunuhan ahli nuklirnya, embargo yang semakin menjadi jadi, juga persiapan perang yang telah dipersiapkan oleh kedua belah pihak yang berseteru, tidak membuat masyarakat dunia termasuk masyarakat Indonesia takut untuk pergi ke Iran," demikian laporan Sifa Sanjurio, mahasiswi Indonesia yang sedang kuliah di University of Tehran, Iran, Jurusan Politik Iran. Perempuan asal Cianjur, Jawa Barat, ini melaporkan pandangan matanya langsung dari Teheran, Iran.
Sifa mengaku dalam dua bulan terakhir ini dirinya kedatangan banyak tamu dari Indonesia, antara lain dosen dan teman-temannya, termasuk teman yang baru dikenalnya karena membaca tulisannya di Kompasiana. Semua datang ke Teeran dengan bermacam tujuan, misalnya menghadiri seminar internasional, short course, bisnis, dan satu lagi karena ingin menjadi “hero” dengan mengunjungi negara negara “berbahaya atau rawan konflik” seperti Iran dan Afghanistan.
"Tahukah Anda, teman saya yang datang dengan tujuan terakhir ini, merasa gagal menjadi 'hero', karena ternyata negara yang dalam benaknya berbahaya dan rawan konflik itu bohong belaka. Dia sudah termakan berita-berita yang tidak benar, yang sengaja terus digencarkan oleh sang penguasa jagad ini (Anda tahu 'kan siapa?). Dalam testimoninya tentang Iran dia menulis: 'sungguh Iran negara yang cantik, negara maju, punya Metro (Kereta bawah tanah), Indonesia kapan ya punya Metro? Jalanannya bersih, kok mirip Eropa ya? Negara empat musim, bersalju pula… so nice country. Lanjutnya, pantesan saja negara adi kuasa dan konconya itu tidak terima Iran menjadi negara maju, sampai diembargo berapa kali, tetap saja masih bisa hidup. Terakhir opsi perang itu sudah keberapa kalinya diperingatkan, tetapi sampai sekarang mereka tidak berani tuh', selorohnya," tutur Sifa.
Benarkah Iran hanya korban pencitraan dunia Barat yang dipelopori Amerika Serikat bahwa pemimpin negara itu adalah teroris yang layak dilenyapkan dari muka bumi ini sebagaimana Barat melenyapkan para pemimpin dunia Islam? Bagaimana keadaan warga Iran sendiri menghadapi tekanan Barat dengan berbagai embargonya itu? Bagaimana warga negara Indonesia di Iran melihat dan merasakan dari denyat "denyut jantung" Iran sendiri sebagai negara mandiri yang tengah mendapat tekanan hebat.
Source : kompas
0 komentar:
Post a Comment