Thursday, March 24, 2011

Suara Siti dari Kelas yang Nyaris Roboh




Murid di Sekolah Dasar Tarumajaya, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/3/2011). Di desa ini ada 442 murid dari dua SD yaitu Tarumajaya 1 dan Tarumajaya 2. Karena minimnya ruang kelas membuat pihak sekolah menggabungkan dua sekolah tersebut dengan sistem sekolah pagi dan siang. Pihak sekolah membutuhkan enam ruang kelas lagi, dari sembilan kelas yang dibutuhkan.

Bandung, Indonesia (News Today) - Siti (10) berusaha tetap berkonsentrasi di tengah berbagai gangguan ketika mengerjakan tugas berhitung angka kelipatan di salah satu ruang di Sekolah Dasar (SD) Taruma Jaya I, Kampung Pajaten, Kelurahan Taruma Jaya, Kecamatan Kerta Sari, Bandung Selatan. Ia dan 39 siswa kelas IV lainnya harus belajar di salah satu kelas darurat dengan fasilitas yang jauh dari memadai.

Kelas seadanya itu dibangun ketika seluruh bangunan sekolah mereka roboh saat terjadi gempa hebat pada 2 September 2009 lalu. Di sekolah itu masih ada dua kelas lagi yang tak layak dijadikan tempat belajar-mengajar.

Ruang kelas III dan IV, misalnya, hanya beratap terpal dengan kayu penyanggah yang tak kokoh. Dinding kelas hanya dibuat dari anyaman bambu. Di beberapa bagiannya kini bahkan bolong. Tak ada hiasan atau foto-foto pahlawan di dinding.

Akibatnya, siswa harus belajar di atas gundukan tanah yang tak rata. Di tengah-tengah kelas juga terdapat genangan air sisa hujan deras kemarin. Air hujan memang selalu masuk ke dalam kelas melalui lubang-lubang di terpal.

Selain itu, sudut-sudut ruangan kelas dijadikan tempat penyimpanan besi-besi sisa bangunan. Saat Siti menyusun angka kelipatan tujuh dengan sepuluh jari tangannya, terdengar jelas teriakan adik-adik kelasnya yang tengah belajar ilmu pengetahuan alam di ruang sebelah.

"Dalam mengamankan lingkungan...," teriak salah satu siswa kelas III.

Siti dan kawannya yang lain juga terganggu dengan belasan siswa yang bermain bola di samping kelas. Belum lagi suara sirene dari pedagang es krim.

Dinding dari anyaman mambu membuat berbagai suara dari luar sekolah mudah menyusup masuk dan mengacaukan konsentrasi murid. Gangguan lainnya, mereka harus duduk berimpitan lantaran satu meja digunakan untuk tiga murid.

"Kita keganggu belajarnya. Tapi, kita harus konsentrasi biarpun kelasnya begini. Kita ingin supaya cepat dibangun," kata Siti dengan logat Sunda kental saat ditemui Kompas.com, Selasa (22/3/2011).

Panas pun kepanasan

Kesulitan belajar seperti itu tak hanya dirasakan siswa-siswi kelas III dan IV SD Taruma Jaya I. Siswa kelas III dan IV SD Taruma Jaya II yang memakai kedua ruang itu pada siang harinya juga bernasib sama. Bahkan, kesulitan mereka bertambah lantaran panasnya sinar matahari yang menembus terpal.

"Kadang ada siswa yang bawa air dari rumah buat siram kepalanya. Panas kalau siang," kata Rohman (43), salah satu guru.

"Kalau hujan, siswa kelas III dan IV digabung ke kelas lain. Sempit-sempitanlah," tambah dia.

Rohman mengatakan, sulitnya untuk konsentrasi membuat mayoritas prestasi siswa menurun. Selain itu, kondisi kelas membuat tingkat kehadiran turun. Rata-rata setiap hari sekitar lima siswa tak hadir.

"Guru juga terganggu, enggak nyaman. Bagaimana mau bersih-bersih kalau kondisi begini," kata dia.

Gedung DPR

Gempa tektonik bermagnitud 7,3 yang terjadi Rabu, 2 September 2009 lalu, itu telah memorak-porandakan kawasan Bandung Selatan. Masjid, puskesmas, sekolah, dan ratusan rumah warga rusak dan rubuh, serta ratusan orang luka berat dan ringan.

Hari ini, terhitung hampir dua tahun pascagempa itu berlalu, pemerintah daerah setempat baru membangun tiga kelas. Satu ruangan dipakai kelas I dan II secara bergantian, sedangkan dua ruang lain dipakai kelas V dan VI. Secara swadaya, di lokasi itu warga tengah membangun enam kelas lagi yang nantinya akan dipakai untuk siswa SD Taruma Jaya II.

"Tapi pembangunan lagi dihentikan dulu, dananya belum ada. Untuk atap asbes saja sudah habis Rp 7 juta. Nantinya untuk sementara pakai dinding anyaman bambu," kata Agus Sudrajat (48), guru lain.

Agus mempertanyakan rencana pembangunan Gedung DPR RI baru oleh para anggota Dewan yang terhormat di Jakarta.

"Mau bangun gedung kayak begituan, buat apaan? Padahal, masih bagus. Mereka seperti tidak pernah sekolah. Kalau uangnya buat bangun sekolah, berapa ratus atau berapa ribu sekolah bisa dibangun," sindir Agus.

Source : kompas

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Facebook